Monday, March 23, 2009

APAKAH KITA TELAH MELUPAKAN MEREKA?

Ada kisah tentang sebuah tempat bernama Gaza, yang di awal tahun ini menjadi sorotan dunia, media pers Indonesia juga tak luput memberitakannya. Tapi akhir-akhir ini tampaknya pers di negara kita sudah tak lagi memberitakan, hanya karena suasana di Gaza sudah di anggap mereda atau Gaza benar-benar sudah dilupakan oleh pers kita atau malah bangsa Indonesia. Suasana demonstrasi atau kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan nasib bangsa Palestina di Gaza sudah berganti dengan hingar-bingar kampanye partai dan para calegnya menghadapi Pemilu 2009 yang rencananya akan dilangsungkan pada 9 April 2009 nanti.

Tanpa mengecilkan arti dari Pemilu 2009 yang hasilnya Insya Allah akan berperan dalam menentukan kondisi bangsa Indonesia lima tahun ke depan, apakah kita akan begitu mudah melupakan nasib saudara-saudara kita di Palestina? Peristiwa yang pernah mampu menggerakkan begitu banyak orang Indonesia, apakah akan berhenti disini saja ketika kesibukan kita berganti? Apakah kita yang pernah bisa bersatu untuk nasib bangsa di belahan dunia lain, sekarang terpecah belah demi ego golongan yang bernama haluan politik? Apakah hati dari bangsa ini hanya tergerak karena “tren” semata?

Bangsa Palestina di jalur Gaza belum mendapatkan kedamaian, saat ini mereka sedang membangun kembali negeri mereka yang porak poranda karena gempuran Israel. Saat ini mereka masih berduka atas jatuhnya banyak korban atas serangan Israel. Mereka masih membutuhkan bantuan, mereka masih membutuhkan perhatian. Dan Israel dengan egonya tidak akan mau berhenti begitu saja.

Bangsa Palestina sudah dilupakan kembali atas peristiwa yang belum lama mereka alami, peristiwa yang menghancurkan banyak infrastuktur penting milik mereka dan mengambil banyak nyawa bangsa Palestina. Bahkan dalam konferensi internasional mengenai HAM (Hak Asasi Manusia) yang baru-baru ini berlangsung, peristiwa infansi Israel pada Bangsa Palestina sama sekali tidak disinggung. Bukti bahwa para penggerak HAM dunia memandang sebelah mata terhadap bangsa Palestina? Atau bukti bahwa ada standar ganda dalam penegakan HAM? Bahwa ada bangsa/ras tertentu yang Hak Asasinya tidak diakui? Atau bahkan ada bangsa/ras tertentu yang memang dianggap tidak ada?

Apakah di Indonesia juga seperti itu? Beberapa bulan banyak pimpinan partai, tokoh agama, pejabat tinggi di pemerintahan kita, media pemberitaan yang begitu memperhatikan peristiwa di Jalur Gaza. Tapi sekarang semua seakan sirna begitu saja, berganti dengan berita-berita mengenai janji-janji partai-partai peserta pemilu atau gosip-gosip kelakuan miring para selebritis atau pengobatan ajaib ala Ponari. Tampaknya bangsa kita ini mudah sekali teralih perhatiannya dengan tren pemberitaan di media massa.

Seperti juga kita akan “berjuang” demi nasib kita lima tahun ke depan dengan mencontreng, bangsa Palestina juga masih berjuang demi nasib mereka, nasib anak-anak mereka, bukan hanya sekedar untuk lima tahun ke depan, tetapi untuk selamanya. Dan perjuangan mereka harus dilalui dengan cara yang amat keras, dengan tetesan darah menembus hujan peluru dari Israel.

Jangan sampai mereka terusir dari tanah mereka. Jangan pernah lupakan mereka. Jangan pernah lupakan yang hidup (dan mati) di jalur Gaza. Jangan pernah lupakan Palestina.

Di bawah ini adalah lirik dari sebuah lagu ciptaan Michael Heart, yang mengisahkan betapa beratnya kehidupan bangsa Palestina ketika infasi Israel berlangsung. Tentang Michael Heart bisa dilihat di www.michaelheart.com dan di situs tersebut kita bisa melakukan download mp3 lagu We Will Not Go Down (Song for Gaza) secara bebas (gratis). Saya menyertakan terjemahan dari lirik lagu tersebut, karena kemampuan bahasa Inggris yang terbatas, saya terjemahkan secara bebas menurut kemampuan. Saya sendiri cukup bingung mencari padanan kata untuk “go down”, yang akhirnya saya artikan “menyerah”. Mohon maaf bila ada terjemahan lirik yang menurut anda dirasa kurang sesuai artinya dengan lirik aslinya.


WE WILL NOT GO DOWN (Song for Gaza)
(Composed by Michael Heart)
Copyright 2009

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight



KAMI TAK AKAN MENYERAH (Lagu untuk Gaza)

Sebuah kilau membutakan dari cahaya putih
Menerangi langit di atas Gaza malam ini
Orang-orang berlari berlindung
Tanpa tahu apakah akan mati atau hidup

Mereka datang dengan tank dan pesawat terbang
Dengan api-api menakutkan yang merusak
Dan tidak ada yang tertinggal
Hanya sebuah suara yang bangkit dalam kabut penuh asap

Kami tak akan menyerah
Dalam malam, tanpa perlawanan
Kau bisa membakar masjid, rumah dan sekolah kami
Tapi semangat kami takkan mati
Kami tak akan menyerah
Di Gaza malam ini

Wanita dan anak-anak diperlakukan sama
Terbunuh dan terbantai malam demi malam
Sementara yang disebut sebagai para pimpinan negara di tempat yang jauh
Mendebatkan siapa yang salah atau yang benar

Tapi kata-kata mereka yang tidak memiliki kekuatan hanya sia-sia belaka
Dan bom tetap berjatuhan laksana hujan asam
Tetapi menembus airmata, darah dan rasa sakit
Kau masih bisa mendengar suara itu menembus kabut asap

Kami tak akan menyerah
Dalam malam, tanpa perlawanan
Kau bisa membakar masjid, rumah dan sekolah kami
Tapi semangat kami takkan mati
Kami tak akan menyerah
Di Gaza malam ini

YUK, BELAJAR BAHASA INDONESIA... (dengan belajar menulis di blog)


YUK, BELAJAR BAHASA INDONESIA... (dengan belajar menulis di blog)

Mungkin sebagian dari anda berpikir, kok ngajak belajar Bahasa Indonesia? Kita ini bukannya orang Indonesia, bisa berbahasa Indonesia, kok diajak belajar Bahasa Indonesia?

Beberapa hari yang lalu, saya membuka koleksi majalah PCMedia saya, kebetulan yang saya baca adalah edisi September 2008. Di rubrik viewpoint, saya baca kembali tulisan dari ZATNI ARBI, seorang pengamat teknologi informasi, judul dari artikel beliau “E-mail dan blog untuk berlatih menulis”.

Dalam artikelnya, beliau menuliskan pengalamannya ketika menerima sebuah e-mail dari salah satu klien yang membuat beliau marah sekali. Isi dari e-mail itu adalah pemberitahuan bahwa pembayaran fee beliau baru bisa dilakukam oleh klien sebulan lagi. Beliau marah bukan karena pembayaran fee yang tertunda, tetapi nada dari e-mail tersebut yang membuat seolah-olah beliau mengemis untuk dibayar. Belakangan beliau tahu bahwa pengirim e-mail tersebut sedang belajar menulis e-mail untuk korespondensi bisnis.

Menilik pengalaman Bapak Zatni Arbi, mungkin anda pernah juga mengalaminya. Mungkin bukan saja e-mail, tetapi juga surat dinas/resmi, sms dan bahkan percakapan telepon. Saya sendiri pernah mengalami beberapa kali, dan kebanyakan berupa sms.

Saya pernah menerima sms permintaan konfirmasi kursus Bahasa Inggris yang membuat marah. Beberapa hari sebelumnya, saya mendatangi salah satu tempat kursus Bahasa Inggris untuk mendapatkan informasi mengenai kelas yang mereka adakan serta besaran biayanya. Karena biayanya cukup tinggi, saya bilang akan pikir-pikir lebih dahulu. Dan tempat kursus tersebut akan menghubungi saya bila kelas yang sesuai untuk saya akan dimulai. Tapi nada sms dari mereka yang saya terima membuat saya marah dan menarik kesimpulan bahwa di tempat kursus tersebut, saya tidak akan diperlakukan sebagai orang yang benar-benar ingin belajar, tetapi tak lebih sebagai sumber penghasilan mereka.

Apakah keterbatasan karakter dari sms (160 karakter per sms) harus membuat kita kehilangan sopan santun? Apakah kita tidak bisa membedakan sms menurut orang yang akan menerima sms tersebut? Apakah yang menerima teman akrab, rekan kerja, atasan, orang yang belum kita kenal, orang yang lebih muda atau lebih tua? Apakah bahasa yang kita gunakan sudah sesuai?
Dua contoh kejadian di atas hanyalah merupakan sebagian kecil kejadian yang berakar dari kurangnya ketrampilan bahasa, dalam hal ini ketrampilan menulis. Menurut pak Zatni Arbi, karena sistem pendidikan kita yang tidak mementingkan ketrampilan menulis, dan hal itu juga yang menyebabkan banyaknya orang yang tersandung-sandung (dalam korespondensi) karena tidak memiliki ketrampilan ini.

Sistem pendidikan kita yang tidak mementingkan ketrampilan menulis, menurut saya memang benar adanya. Kebanyakan guru Bahasa Indonesia (setidaknya yang saya temui selama menempuh pendidikan formal) justru menilai suatu tugas menulis (misal resensi novel), hanya menilai tampilan luar dari laporan yang dibuat muridnya, sedangkan isinya mungkin hanya terbaca kurang dari 30% saja. Apalagi masa-masa dimana saya menempuh pendidikan menengah, di saat komputer belum membudaya seperti sekarang, saya yang tahu benar bahwa tulisan tangan saya bisa dikatakan jauh dari bagus (walaupun menurut saya tingkat keterbacaannya masih cukup tinggi), tentu saja akan kalah nilai dari teman-teman yang tulisannya lebih rapi atau yang beruntung bisa mengerjakan tugas dengan diketik manual maupun komputer. Tentu saja tugas seperti resensi novel, untuk orang seperti saya yang benar-benar suka membaca akan jatuh nilai hanya karena kalah “penampilan” saja. Pepatah terkenal “don’t judge the book by the cover”, yang secara harafiah kurang lebih berarti “jangan menilai sebuah buku dari sampulnya saja, tetapi bacalah dan nilailah dari isinya”, atau bisa dijabarkan lebih jauh diterapkan kepada orang (sesama manusia), ternyata justru tidak dipahami oleh guru-guru Bahasa Indonesia kita. Bahkan tugas sederhana seperti membuat pantun, dinilai dari jumlah pantun yang dibuat bukan dari isinya, misal 4 pantun berisi nasehat akan kalah nilai oleh 5 pantun jenaka yang berisi lelucon. Tapi semoga ini tak dialami oleh para pelajar yang sedang menempuh pendidikan di masa sekarang.

Ketrampilan menulis menjadi hal yang vital dalam pekerjaan saya 10 tahun terakhir ini, saya banyak belajar dari atasan-atasan dan rekan-rekan senior, karena saya ditugaskan di bagian tata usaha dimana sebagian tugas berhubungan dengan korespondensi. Karena itu pula setiap ada siswa yang magang di kantor tempat saya bertugas, saya selalu katakan pada mereka untuk belajar bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh, bukan hanya untuk mendapat nilai bagus saja. Saya tekankan ke mereka, bahwa ketrampilan bahasa, baik percakapan maupun tulisan akan sangat berguna kelak bila mereka memasuki dunia kerja, terutama bila pekerjaan mereka berhubungan dengan korespondensi.

Karenanya saya ingin mengajak anda, untuk belajar Bahasa Indonesia, lebih tepatnya mengasah ketrampilan menulis dengan Bahasa Indonesia. Saat ini sayapun masih terus belajar dan salah satu cara dengan menulis di blog seperti yang saya lakukan ini. Seperti kata pak Zatni Arbi juga “Mengisi blog sendiri adalah satu kesempatan emas untuk berlatih meningkatkan ketrampilan menulis dengan rapi sesuai kaidah tata bahasa. Di blog, kita juga bisa mengembangkan kemampuan menyampaikan pendapat kita dalam tulisan yang elegan dan menarik”. Mungkin anda tahu atau pernah mendengar ada orang yang akhirnya menjadi terkenal, dan bahkan mendapatkan penghasilan berkat menulis di blog, tidak menutup kemungkinan kelak andapun bisa seperti itu. Mulai dengan membuat dan mengisi blog anda sambil belajar kaidah tata bahasa. Kesempatan ini juga berguna bagi para pelajar atau siapapun yang merasa nilai tulisan tangannya di bawah standar (seperti saya), terutama yang memilki keinginan belajar menulis puisi, cerpen atau apapun, untuk tetap bisa berkarya tanpa takut dicela “nilai” tulisan tangannya.

Saya mengajak anda untuk belajar. Yuk belajar Bahasa Indonesia! Yuk belajar menulis!
Dan bila saat ini anda berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia, saya berpesan, jangan matikan kreativitas menulis murid anda hanya karena tulisan tangannya “di bawah standar”! Don’t judge the book by the cover!

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai dan menghargai bahasanya. Hidup Bahasa Indonesia! Hidup Bangsa Indonesia!

SAFETY RIDING, SAFETY DRIVING, SAFETY DREAMING?

SAFETY RIDING, SAFETY DRIVING, SAFETY DREAMING?

Pagi itu tanggal 20 Nopember 2008, seperti biasa aku berangkat ke kantor cukup pagi, sekitar jam 06.10 WIB. Berangkat pagi ini telah menjadi kebiasaan sejak aku pake kendaraan sendiri, walau hanya motor Suzuki Bravo tahun 1995 milik Bulikku, tapi telah menjadi partnerku sejak lebaran kemarin. Lumayan untuk mengirit biaya transport per hari, dan konsekuensinya hanya dengan merawat baik-baik motor bulikku itu.

Berangkat pagi aku lakukan untuk menghindari kemacetan di titik-titik tertentu yang ada dalam jalurku berangkat kantor, karena sekitar jam 6.30 jalan mulai padat. Selain itu juga agar sesedikit mungkin bertemu polisi di jalan, karena memang aku belum mengantongi SIM C.

Dalam dompetku di pagi itu terdapat uang sekitar 400 ribu lebih dikit, yang rencananya akan aku belanjakan untuk membeli dobok (pakaian latihan Taekwondo) dan sisanya kurencanakan untuk biaya dapetin SIM C. Tanggal 29 Nopember 2008, aku dapat kesempatan untuk masuk dalam tim Taekwondo Kota Salatiga untuk seleksi PORPROV 2008, yang sebetulnya aku hanya untuk memenuhi kuota jumlah atlet saja, karena untuk kelas berat kekurangan orang (saat itu berat badanku 95 kg). Untuk seorang rookie dalam olah raga bela diri seperti aku ini, dapat kesempatan bertanding di ajang resmi adalah sebuah anugrah, sebuah mimpi yang jadi kenyataan.

Tapi belum ada 5 menit motorku melaju, sekitar 500 m dari tempat tinggalku saat ini, jadilah semua itu betul-betul hanya sebuah mimpi. Di perempatan Kalimangkak, aku memutuskan untuk berbelok ke kanan karena aku baru ingat bahwa bensinku sudah menipis dan harus isi lagi, tujuanku adalah SPBU di jalan Imam Bonjol yang sudah jadi tempat biasa aku isi bensin. Dengan mengurangi kecepatan dan memberikan tanda lampu untuk belok kanan, aku membelokkan kendaraanku. Di depanku sebuah kendaraan roda empat mengurangi kecepatannya untuk memberiku jalan belok. Setelah aku melewati kendaraan tersebut dan kira-kira sudah sejajar dengan posisi trotoar, AKU TIDAK INGAT APAPUN...!!

Tak ada cahaya putih, tak ada perjalanan astral ke tempat takkukenal, aku terbangun dengan melihat kakakku di sampingku, bertanya “Aku dimana?” kakakku menjawab “Kamu di rumah sakit”

“Kenapa?” aku kembali bertanya

“Kamu tabrakan di perempatan Kalimangkak”

“Motornya gimana? Laptopnya gimana?” aku mencoba menanyakan kondisi motor Bulikku dan laptop milik kantor yang sering aku bawa pulang untuk menyelesaikan tugas-tugasku di kantor.

“Kamu ga usah mikirin motor dulu, laptopnya dah dibawa balik ke kantor” jawab kakakku. (baru belakangan aku tahu laptop tersebut rusak berat, LCDnya mati total, dan ada kemungkinan mobonya juga retak. Dan motornya pun bisa dibilang kondisinya parah, bagian depannya rusak berat bahkan blok mesinnya sampai pecah!)

Setelah itu semua peristiwa bergulir satu demi satu, kakakku yang menanyakan beberapa hal untuk memastikan kesadaranku (lebih tepatnya kondisi ingatanku), beberapa temanku dan atasanku di kantor yang datang, ibuku yang datang dengan tangis dan aku coba untuk menenangkan dengan bilang aku baik-baik saja (tentu saja karena aku sendiri tidak dapat melihat kondisi sendiri, dengan pakaian yang sobek sana-sini, darah yang mengucur dari luka-luka di tubuhku, terutama di pelipisku kiri).

Hari itu juga aku dibawa ke RS. Dr. Moewardi di Jebres-Solo, karena di Salatiga tidak dokter ahli untuk bedah ortopedhi, aku mengalami patah di femur (tulang paha) kiri dan ada tulang yang lepas di persediaan tangan kiriku, selain itu hanya memar dan sobekan di pelipis kiri serta beberapa luka kecil yang terlihat. Dan aku menjalani operasi pada hari berikutnya, hanya 5 hari terbaring di rumah sakit kemudian aku diperbolehkan pulang, tentu saja aku masih menjalani perawatan dan kontrol dokter (sampai aku menulis ini aku masih berjalan dibantu kruk dan masih menjalani pengobatan)

Selama dirawat di rumah sakit, aku mencoba menggali kronologis kejadian kecelakaan yang menimpaku.

Sebagai orang yang lahir dan besar di Salatiga, serta hampir setiap hari melewati jalan Diponegoro sepanjang hidupku, tentunya ku tahu betapa rawannya jalur ini. Melintang utara-selatan, jalan ini bukan hanya salah satu jalan utama di Kota Salatiga, tetapi juga sekitar 70% dari total panjangnya merupakan jalur antar kota yang ramai, terutama menghubungkan Semarang dan Solo, bahkan tiap kali arus mudik dan arus balik lebaran dapat dipastikan jalur ini mengalami kemacetan.

Pagi itu ketika kecelakaan yang menimpaku terjadi, lalu lintas belumlah ramai/padat. Dan mungkin ini juga yang menyebabkan orang yang menabrakku lenggah. Arah jalur yang dilewati orang yang menabrakku adalah dari arah Solo ke Semarang, dan aku sebaliknya hingga saat aku memutuskan berbelok. Ketika berbelok, posisiku sama sekali tidak terlihat oleh dia, karena di depannya ada mobil yang sebenarnya memberiku jalan untuk berbelok. Entah karena dia memacu motornya terlalu tinggi, atau memang dia tidak mempedulikan etika lalu lintas, si penabrak mengambil jalur disisi kiri mobil tanpa mengurangi kecepatan, tanpa berpikir apa yang membuat mobil didepannya mengurangi kecepatannya. Dan saat itulah dia menghantamku dari sisi kiri, dan menurut yang aku dengar, aku dan motorku sempat terseret lebih dahulu, sebelum akhirnya dia melewati aku (atau mungkin melindasku) dan masuk ke saluran air di depan rumah dinas Korem. (mungkin bisa dibayangkan jika ditabrak dari samping dengan kecepatan 1 banding 3 atau 1 banding 4, dengan bandingan ukuran kendaraan : Suzuki Bravo VS Honda Megapro)

Kami berdua ditolong oleh orang-orang di sekitar tempat itu, dan dibawa ke RSU Salatiga dengan kendaraan dinas milik Korem. Aku mengalami luka sepertinya aku ceritakan di sebelumnya, sedang penabrakku mengalami gegar otak ringan, beberapa luka luar tanpa ada satu tulangnyapun yang patah.

Atas kesepakatan keluargaku dan keluarga penabrak, akhirnya diputuskan bahwa pihakku hanya menuntut ganti rugi perbaikan atas kerusakan sepeda motor. Sedang untuk biaya perawatanku, diputuskan untuk ditanggung sendiri oleh keluargaku, karena melihat kondisi ekonomi dari keluarga penabrak membuat kami tidak mau menuntut terlalu tinggi. Dan juga karena kondisiku saat itu menuntut tindakan medis sesegera mungkin. Walaupun kami harus “nabrak” kanan-kiri untuk biayaku selama perawatan, terutama ketika di rumah sakit, Alhamdulillah biaya tersebut dapat tertutup dengan hasil pengajuan klaim asuransi Jasa Raharja.

Apa yang ingin kusampaikan disini betapa banyak orang di jalan yang menggunakan kendaraan tapi tidak mengerti, tidak mematuhi rambu lalu lintas atau bahkan tidak memiliki etika berkendara di jalan raya. Mereka bahkan tidak peduli bahwa jika berkendara dengan aman (safety driving/safety riding) bukan hanya memperkecil resiko mengalami kecelakaan sendiri, tapi juga memperkecil resiko membuat celaka orang lain. Aku bukan satu-satunya orang dalam keluargaku yang menjadi korban dari tindakan unsafe riding, dulu kakakku mengalami kecelakaan yang hampir sama, ditabrak dari samping. Pelakunya adalah “pelajar” yang “trek-trekan” (balapan liar), yang dilakukan pada waktu sore hari! Dan waktu itu kakakku juga mengalami patah tulang di bahu kanannya.

Apa yang sebenarnya ingin dibuktikan oleh para pelaku unsafe driving/unsafe riding ini? Ingin terlihat gagah atau jantan? Ingin agar orang tahu kendaraan lebih cepat dari yang lain? Tidak mengerti aturan lalu lintas? Atau sebenarnya memang tidak punya kepedulian terhadap kepentingan orang lain/pengguna jalan yang lain? Aku tidak bisa menyimpulkan jawabannya. Karena bagaimanapun ketatnya kepolisian di beberapa wilayah dalam pembuatan SIM atau betapa seringnya operasi lantas dilakukan, kenyataan bahwa angka kecelakaan yang terjadi di jalan raya terus meningkat. (bahkan sampai saat aku menulis artikel ini, setidaknya ada 6 kali laka lantas terjadi di ruas jalan Diponegoro Salatiga yang aku tahu/dengar, dan dua diantaranya menelan korban jiwa)

Aku hanya sekedar mengingatkan bahwa melakukan unsafe driving/unsafe riding adalah hal yang bodoh. Mungkin saja korban dari kebodohan itu enggak cuma cacat tapi mati, tetapi hidup dalam keadaan cacat juga bukanlah impian semua orang. Dan bisa jadi korbannya adalah pelaku unsafe driving/unsafe riding itu sendiri. Belum lagi efek lanjutan dari kecelakaan yang terjadi, efek pada keluarga korban, hilangnya kesempatan dan impian (seperti yang terjadi padaku), bahkan mungkin hilangnya pilar sebuah keluarga yang menjadi tulang punggung kehidupan mereka.

Bila berkendara dengan aman dan nyaman dapat kita lakukan, kenapa tidak? Setidaknya ini adalah keinginan sebagian besar para pengguna jalan, bahwa kelak keamanan dan kenyamanan berkendara di jalan raya dapat kita rasakan dan nikmati bersama. Tentu saja harus adanya penegakan hukum yang tegas dari aparat terkait sangat berpengaruh dalam hal ini. Dan kesadaran para pengguna jalan untuk mematuhi tata tertib yang berlaku. Hingga kelak lalu lintas jalan raya yang aman bukan sekedar impian.


MUNGKIN YANG KAU AMBIL BUKAN HANYA NYAWA

TAPI KAU RUNTUHKAN SEBUAH PILAR KELUARGA

MUNGKIN YANG KAU REMUKKAN BUKAN SEKEDAR KAKI DAN TANGAN

TAPI TELAH KAU HANCURKAN SEBUAH IMPIAN

JIKA BISA BERKENDARA DENGAN AMAN DAN NYAMAN,

KENAPA TIDAK KAU LAKUKAN?