Monday, March 23, 2009

YUK, BELAJAR BAHASA INDONESIA... (dengan belajar menulis di blog)


YUK, BELAJAR BAHASA INDONESIA... (dengan belajar menulis di blog)

Mungkin sebagian dari anda berpikir, kok ngajak belajar Bahasa Indonesia? Kita ini bukannya orang Indonesia, bisa berbahasa Indonesia, kok diajak belajar Bahasa Indonesia?

Beberapa hari yang lalu, saya membuka koleksi majalah PCMedia saya, kebetulan yang saya baca adalah edisi September 2008. Di rubrik viewpoint, saya baca kembali tulisan dari ZATNI ARBI, seorang pengamat teknologi informasi, judul dari artikel beliau “E-mail dan blog untuk berlatih menulis”.

Dalam artikelnya, beliau menuliskan pengalamannya ketika menerima sebuah e-mail dari salah satu klien yang membuat beliau marah sekali. Isi dari e-mail itu adalah pemberitahuan bahwa pembayaran fee beliau baru bisa dilakukam oleh klien sebulan lagi. Beliau marah bukan karena pembayaran fee yang tertunda, tetapi nada dari e-mail tersebut yang membuat seolah-olah beliau mengemis untuk dibayar. Belakangan beliau tahu bahwa pengirim e-mail tersebut sedang belajar menulis e-mail untuk korespondensi bisnis.

Menilik pengalaman Bapak Zatni Arbi, mungkin anda pernah juga mengalaminya. Mungkin bukan saja e-mail, tetapi juga surat dinas/resmi, sms dan bahkan percakapan telepon. Saya sendiri pernah mengalami beberapa kali, dan kebanyakan berupa sms.

Saya pernah menerima sms permintaan konfirmasi kursus Bahasa Inggris yang membuat marah. Beberapa hari sebelumnya, saya mendatangi salah satu tempat kursus Bahasa Inggris untuk mendapatkan informasi mengenai kelas yang mereka adakan serta besaran biayanya. Karena biayanya cukup tinggi, saya bilang akan pikir-pikir lebih dahulu. Dan tempat kursus tersebut akan menghubungi saya bila kelas yang sesuai untuk saya akan dimulai. Tapi nada sms dari mereka yang saya terima membuat saya marah dan menarik kesimpulan bahwa di tempat kursus tersebut, saya tidak akan diperlakukan sebagai orang yang benar-benar ingin belajar, tetapi tak lebih sebagai sumber penghasilan mereka.

Apakah keterbatasan karakter dari sms (160 karakter per sms) harus membuat kita kehilangan sopan santun? Apakah kita tidak bisa membedakan sms menurut orang yang akan menerima sms tersebut? Apakah yang menerima teman akrab, rekan kerja, atasan, orang yang belum kita kenal, orang yang lebih muda atau lebih tua? Apakah bahasa yang kita gunakan sudah sesuai?
Dua contoh kejadian di atas hanyalah merupakan sebagian kecil kejadian yang berakar dari kurangnya ketrampilan bahasa, dalam hal ini ketrampilan menulis. Menurut pak Zatni Arbi, karena sistem pendidikan kita yang tidak mementingkan ketrampilan menulis, dan hal itu juga yang menyebabkan banyaknya orang yang tersandung-sandung (dalam korespondensi) karena tidak memiliki ketrampilan ini.

Sistem pendidikan kita yang tidak mementingkan ketrampilan menulis, menurut saya memang benar adanya. Kebanyakan guru Bahasa Indonesia (setidaknya yang saya temui selama menempuh pendidikan formal) justru menilai suatu tugas menulis (misal resensi novel), hanya menilai tampilan luar dari laporan yang dibuat muridnya, sedangkan isinya mungkin hanya terbaca kurang dari 30% saja. Apalagi masa-masa dimana saya menempuh pendidikan menengah, di saat komputer belum membudaya seperti sekarang, saya yang tahu benar bahwa tulisan tangan saya bisa dikatakan jauh dari bagus (walaupun menurut saya tingkat keterbacaannya masih cukup tinggi), tentu saja akan kalah nilai dari teman-teman yang tulisannya lebih rapi atau yang beruntung bisa mengerjakan tugas dengan diketik manual maupun komputer. Tentu saja tugas seperti resensi novel, untuk orang seperti saya yang benar-benar suka membaca akan jatuh nilai hanya karena kalah “penampilan” saja. Pepatah terkenal “don’t judge the book by the cover”, yang secara harafiah kurang lebih berarti “jangan menilai sebuah buku dari sampulnya saja, tetapi bacalah dan nilailah dari isinya”, atau bisa dijabarkan lebih jauh diterapkan kepada orang (sesama manusia), ternyata justru tidak dipahami oleh guru-guru Bahasa Indonesia kita. Bahkan tugas sederhana seperti membuat pantun, dinilai dari jumlah pantun yang dibuat bukan dari isinya, misal 4 pantun berisi nasehat akan kalah nilai oleh 5 pantun jenaka yang berisi lelucon. Tapi semoga ini tak dialami oleh para pelajar yang sedang menempuh pendidikan di masa sekarang.

Ketrampilan menulis menjadi hal yang vital dalam pekerjaan saya 10 tahun terakhir ini, saya banyak belajar dari atasan-atasan dan rekan-rekan senior, karena saya ditugaskan di bagian tata usaha dimana sebagian tugas berhubungan dengan korespondensi. Karena itu pula setiap ada siswa yang magang di kantor tempat saya bertugas, saya selalu katakan pada mereka untuk belajar bahasa Indonesia dengan sungguh-sungguh, bukan hanya untuk mendapat nilai bagus saja. Saya tekankan ke mereka, bahwa ketrampilan bahasa, baik percakapan maupun tulisan akan sangat berguna kelak bila mereka memasuki dunia kerja, terutama bila pekerjaan mereka berhubungan dengan korespondensi.

Karenanya saya ingin mengajak anda, untuk belajar Bahasa Indonesia, lebih tepatnya mengasah ketrampilan menulis dengan Bahasa Indonesia. Saat ini sayapun masih terus belajar dan salah satu cara dengan menulis di blog seperti yang saya lakukan ini. Seperti kata pak Zatni Arbi juga “Mengisi blog sendiri adalah satu kesempatan emas untuk berlatih meningkatkan ketrampilan menulis dengan rapi sesuai kaidah tata bahasa. Di blog, kita juga bisa mengembangkan kemampuan menyampaikan pendapat kita dalam tulisan yang elegan dan menarik”. Mungkin anda tahu atau pernah mendengar ada orang yang akhirnya menjadi terkenal, dan bahkan mendapatkan penghasilan berkat menulis di blog, tidak menutup kemungkinan kelak andapun bisa seperti itu. Mulai dengan membuat dan mengisi blog anda sambil belajar kaidah tata bahasa. Kesempatan ini juga berguna bagi para pelajar atau siapapun yang merasa nilai tulisan tangannya di bawah standar (seperti saya), terutama yang memilki keinginan belajar menulis puisi, cerpen atau apapun, untuk tetap bisa berkarya tanpa takut dicela “nilai” tulisan tangannya.

Saya mengajak anda untuk belajar. Yuk belajar Bahasa Indonesia! Yuk belajar menulis!
Dan bila saat ini anda berprofesi sebagai guru Bahasa Indonesia, saya berpesan, jangan matikan kreativitas menulis murid anda hanya karena tulisan tangannya “di bawah standar”! Don’t judge the book by the cover!

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai dan menghargai bahasanya. Hidup Bahasa Indonesia! Hidup Bangsa Indonesia!

No comments: